Anasom, Ketua PCNU Kota Semarang.
DARI Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Puasa itu benteng, maka janganlah berkata keji dan jangan memperbodoh diri. Jika seseorang menentang atau memakinya maka hendaklah ia berkata: "Sesungguhnya saya sedang berpuasa" (dua kali). Demi Dzat yang diriku di tangan-Nya, bau busuknya mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dari pada bau kasturi. Ia meninggalkan makanan, minuman dansyahwatnya karena Aku. Puasa itu untuk-Ku dan Aku membalasnya. Kebaikan itu lipat sepuluhnya."
Selamat berpuasa, Saudaraku muslimin! Hadits di atas adalah hadits ke-1.761 dalam Shohih Bukhori versi digital. Hadits ini sangat menarik, itulah sebabnya perlu dicari penjelasannya. Apa yang dimaksud puasa sebagai tameng. Ada juga yang memberi arti sebagai perisai dan juga memberi arti benteng.
Kalau secara fisik tameng atau perisai adalah pelindung, penahan rongrongan dari luar. Jika Perisai /tameng itu untuk tubuh maka tameng itu diharapkan bisa berarti usaha menahan dan membentengi berbagai kegiatan agar orang terhindar atau tertahan dari bahaya. Bahaya apa saja sangat tergantung dari tujuan suatu kegiatan.
Bulan Ramadan yang dijadikan sebagai bulan kewajiban muslim melaksanakan puasa, ternyata bulan yang luar biasa. Dari segi ibadah vertikal di dalamnya dilaksanakan semua kegiatan rukun Islam dan tambahan luar biasa banyaknya. Kecuali beribadah haji maka semua rukun Islam dilaksanakan orang pada bulan Ramadan.
Penulis selalu mengamati baik masyarakat, masjid-masjid ramai dan penuh aktivitas pada bulan Ramadan. Masyarakat mampu melaksanakan salat berjamaah dengan baik pada bulan Ramadan. Orang mampu mampu melaksanakan salat sunah yang banyak juga pada bulan Ramadan. Salat tarawih 20 rakaat di tambah witir 3 rakaat, atau mereka yang melaksanakan 8 rakaat plus 3 rakaat, dan ternyata di antara kebanyakan orang pada bulan Ramadan masih disempatkan salat-salat sunah lainnya.
Pelaksanaan ibadah yang mengena pada tataran horisontal sekaligus vertikal khususnya zakat fitrah diwajibkan hanya bisa dilaksanakan pada bulan Ramadan. Ternyata kebanyakan orang juga melaksanakan zakat maal juga dilaksanakan pada bulan Ramadan, mengambil momentun bulan suci dan berkah. Belum lagi pelaksanaan shodaqah, infak jariyah banyak sekali dilaksanakan pada bulan Ramadan.
Secara sosial ternyata juga ada fenomena lain, ramainya pasar-pasar tradisional dan pasar-pasar modern di negeri muslim terbesar ini. Tampaknya pada bulan Ramadan bukan merupakan potret konsumerisme (walaupun mungkin ada), tetapi banyak di antara mereka yang mengumpulkan uang tetapi bukan untuk kepentingan diri.
Pada setelah Ramadan, di hari Idul Fitri nanti mereka harus menyapa sanak keluarga, handai tolan dan memberikan sodaqah kepada sanak keluarga. Bahkan ada di antara orang-orang kota yang kembali ke kampung halamannya, memberikan berbagai bantuan untuk kepentingan masyarakat di kampungnya. Dilihat dari perspektif ini, maka ramainya pasar mal dan pasar tradisional bahkan juga bank-bank bukan karena motif obral
semangat konsumtif.
Pada akhir Ramadan jalan-jalan ramai orang mudik dari berbagai jalur. Apa tujuan mudik mereka semua ternyata dengan tujuan yang mulia, bersilaturrahmi dengan orang tua, saudara, teman, tetangga dan sebagainya.
Mereka rela antre berjam-jam dalam kendaraan dan kadang kemacetan. Menempuh berbagai risiko kecelakaan dan sebagainya. Semua dengan tujuan yang sangat mulai. Maka jadilah diantara mereka praktek ibadah sebagai musafir, belajar salat jama’, salat qashar dan sebagainya.
Semua ritual, keramaian, mudik, bahkan fenomena keramaian pasar-pasar pada bulan Ramadan merupakan cerminan ibadah vertikal maupun horisontal.
Penulis berharap memang seperti tersebut. "Puasa itu benteng”, maka janganlah berkata keji dan jangan memperbodoh diri. Jika seseorang menentang atau memakinya maka hendaklah ia berkata : "Sesungguhnya saya sedang berpuasa" - dua kali. Semoga kita mampu menjadikan puasa sebagai benteng diri dari api neraka.
Anasom
Ketua PCNU Kota Semarang (hyk)
View the original article here
0 comments:
Post a Comment