Kisruh kepemilikan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) berawal saat Siti Hardiyanti Rukmana atau Tutut Soeharto mempunyai utang yang cukup banyak pada tahun 2000 silam.
Putri almarhum mantan Presiden Soeharto itu mengaku berhutang karena situasi politik.
"Sebetulnya kami dulu enggak punya utang. Memang pekerjaan kami belum selesai, jadi ada utang dari jauh. Pada saat itu politiklah yang membuat kami berutang," kata Tutut saat konferensi pers di wilayah Sudirman, Jakarta, Jumat 21 November 2014.
"Jadi kami divonis ya, untuk punya utang. Harus membayar hutang-hutangnya sedemikian banyaknya," tutur Tutut.
Sekadar mengingatkan, Indonesia pada tahun 2000 dipimpin oleh Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri.
Sengketa kepemilikan TPI kembali mencuat, menyusul putusan Mahkamah Agung (MA) terkait peninjauan perkara (PK) perkara ini.
Langkah MA menuai kritik dari berbagai kalangan. Pasalnya, perselisihan antara PT Berkah Karya Bersama dan Tutut Soeharto sudah ditangani Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). PT Berkah pun melaporkan hakim yang menangani perkara ini ke Komisi Yudisial (KY). Mereka menduga adanya pelanggaran kode etik dalam penanganan perkara ini.
Kuasa hukum PT Berkah Karya Bersama, Andi Simangunsong, menegaskan pihak Tutut telah menyembunyikan fakta hukum terkait rapat umum pemegang saham (RUPS) bulan Maret 2005.
Menurut Andi, rapat umum pemegang saham (RUPS) versi Tutut yang dilakukan tanggal 17 Maret 2005 adalah RUPS yang cacat hukum."PT Berkah melakukan RUPS di 18 Maret. Tapi tanggal 17 Maret itu ternyata ada RUPS tanpa sepengetahuan PT berkah," ujarnya, Jumat 21 November 2014.
View the original article here
0 comments:
Post a Comment