Pengangkatan HM Prasetyo, politikus Partai Nasional Demokrat (NasDem) menjadi Jaksa Agung menuai banyak kritik.
Atas pengangkatan Prasetyo, berbagai penilaian pun diberikan terhadap Presiden Joko Widodo (JokowI).
Tidak sedikit yang menyebut penunjukan Prasetyo semakin memperlihatkan Jokowi tidak bisa bebas dari intervensi partai politik pendukungnya.
Pengamat politik dari Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf menilai Jokowi sepertinya tidak dalam posisi bebas dalam memilih jaksa agung. "Jokowi seperti sedang terjepit," kata Asep kepada Sindonews, Minggu 23 November 2014.
Dia menduga Jokowi tidak hanya terjepit oleh desakan waktu agar segera memilih jaksa agung, tapi kondisi lain yang membuatnya sulit memilih figur untuk posisi tersebut.
"Sepertinya ada kondisi yang membuat Jokowi tidak memiliki banyak pilihan, dan akhirnya memilih Prasetyo," tuturnya.
Dia menduga ada kepentingan politik yang memaksa Jokowi akhirnya harus menjatuhkan pilihan kepada Prasetyo. Padahal, kata dia, tidak sulit bagi Jokowi untuk mencari sosok yang benar-benar independen untuk menduduki posisi jaksa agung.
Misalnya, kata dia, Jokowi bisa mengambil salah satu pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), jaksa aktif yang kredibel dan memiliki prestasi dalam penegakan hukum.
"Bisa juga dari eksternal kejaksaan,tapi tentunya yang memiliki perhatian tinggi dalam penegakan hukum," ujarnya.
Pengangkatan jaksa agung baru, sambung dia, membuat komposisi kabinet pemerintah Jokowi-JK menjadi antiklimaks.
Dia menilai Jokowi tidak konsisten dengan ucapannya saat pemilihan presiden lalu, yakni membangun koalisi tanpa syarat. Justru, lanjut dia, pemerintah Jokowi terlihat kental kompromi dengan partai poltik (parpol).
"Ketimbang SBY, Pemerintah Jokowi-JK lebih kentara kompromi politik dengan parpol," katanya.
View the original article here
0 comments:
Post a Comment