Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Tapanuli Tengah (Tapteng)-Sibolga mengimbau masyarakat di dua daerah itu agar selalu mewaspadai bahaya longsor dan banjir bandang yang bisa terjadi sewaktu-waktu.
Diketahui, Sabtu (22/11) dini hari, banjir bandang dan longsor menerpa kawasan Desa Sibio- bio, Kecamatan Sibabangun, Tapteng. Bencana alam itu memakan korban jiwa sebanyak empat orang yang juga dua pasangan suami istri, dan seorang bayi yang hingga kini belum ditemukan.
“Mohon masyarakat Sibolga dan Tapteng mewaspadai bahaya banjir bandang dan longsor karena saat ini tengah memasuki musim pancaroba. Hujan akan terus melanda dengan intensitas yang terkadang tinggi hingga awal Februari 2015,” ungkap Kepala BMKG Tapteng - Sibolga, Marolop Rumahorbo, Senin (24/11).
Menurut Marolop, potensi banjir bandang dan longsor di wilayah Sibolga dan Tapteng sangat tinggi. Sebelum musim hujan, dua wilayah ini dilanda musim kemarau. Akibatnya, kontur tanah kering dan retak-retak sehingga dapat menjadi pemicu longsor dan banjir bandang. “Dengan musim hujan ini, peluang tanah kering tersebut longsor dan menyebabkan banjir bandang itu sangat tinggi,” ujarnya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkab Tapteng, Bonaparte Manurung, juga membenarkan tingginya potensi longsor dan banjir bandang di Tapteng dan Sibolga. Apalagi, Sabtu (22/11) dini hari lalu, bencana alam tersebut terjadi di Desa Sibio-bio. Bahkan, longsoran baru disebutkan masih terlihat di sana.
Sementara diketahui penyebab banjir bandang dan longsor di daerah itu dipicu longsoran tanah yang mengakibatkan penyempitan aliran air Sungai Sosopan. “Saat ini kami takut dan khawatir. Kiranya jangan sampai terjadi bencana lagi. Apalagi saat ini petugas sedang mengevakuasi dan merelokasi longsoran material tanah yang menutup akses jalan penghubung Desa Sibio-bio dengan Mombangboru. Soalnya hujan deras disertai longsor masih terus menerpa kawasan ini,” ungkap Bonaparte.
Menurut Bonaparte, potensi banjir bandang dan longsor itu menjadi ancaman bagi ratusan kepala keluarga (KK) yang menghuni Desa Sibio-bio yang berpenduduk sekitar 220 KK dan Desa Muara Sibuntuon yang berpenduduk sekitar 400 KK.
Hal ini tidak terlepas dari kondisi kedua desa yang masih terisolasi karena akses jalannya tertutup. Sedikitnya ada delapan titik longsor yang menutup badan jalan utama kedua desa itu. Warga kedua desa yang hendak keluar, terpaksa harus melalui jalan alternatif.
“Akses jalan sampai saat ini belum dapat kami buka, tapi kami akan berupaya maksimal agar paling tidak jalan ini dapat dilalui kendaraan roda dua. Proyeksi ini kami targetkan untuk dua hari ke depan,” tandasnya.
Jonny Simatupang
View the original article here
0 comments:
Post a Comment